Senin, 02 Februari 2009

PENGANGGURAN AKIBAT KRISIS GLOBAL

ANALISA PENGANGGURAN DI INDONESIA
AKIBAT KRISIS GLOBAL


Krisis Global dan Bom Waktu

Tahun 2008 telah berlalu,begitu banyak peristiwa besar yang terjadi. Krisis global merupakan salah satu yang terbesar. Dimulai dengan kasus subprime mortgage yang memukul Amerika Serikat, terbongkarnya kebrobokan finansial dunia dan mencapai titik puncak saat jatuhnya harga saham hampir diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Dampak langsung di Indonesia adalah ditariknya investasi hot money di beberapa perusahaan di Indonesia yang menyebabkan perusahaan tersebut colaps. Dampak yang lain adalah menurunnya ekspor Indonesia yang mencapai 20-30%(Replubika,29/01/09) akibat turunnya tingkat konsumsi di negara-negara importir yang terkena dampak krisis tersebut. Namun dampak terbesarnya ternyata masih tersembunyi. Bagai Bom waku yang setiap saat dapat meledak, dampak terbesar dan yang akan paling kita rasakan adalah gelombang pengangguran yang akan melonjak tinggi.
Sistem kontrak dan pesanan yang dipakai dalam perjanjian ekspor impor merupakan salah satu penyebab belum terjadinya pengangguran secara besar-besaran. Kontrak atau pesanan yang memang harus ditepati tentu akan memaksa importir untuk tetap membeli barang impor, dan tentu saja merupakan alasan mengapa perusahaan pengekspor masih memperkerjakan pegawainya. Namun apa jadinya jika kontrak tak lagi diperpanjang akibat daya beli negara pengimpor turun? Tentu saja perusahaan pengekspor mau tak mau harus melakukan PHK terhadap pegawainya. Menurut Depnakertrans sejak September hingga Januari ini tercatat 27,578 orang telah di-PHK, sedangkan 24.817 lainnya terancam untuk di-PHK, sebanyak 11.993 karyawan telah dirumahkan dan 19.191 lainnya kemungkinan besar akan menyusul. Namun jangan lupa, yang tercatat di data ini hanya tenaga kerja yang telah tercatat oleh Depnakertrans, padahal pengangguran paling besar justru akan menimpa pegawai kontrak dan pekerja yang tak tercatat. Namun apakah cuma karena sistem kontrak saja sehingga gelombang pengangguran masih belum terasa signifikan? Kemungkinan besar peran politik juga cukup berperan dalam meredam arus pengangguran tsb. 2009 adalah tahun pemilu dan tentu saja para elite politik berusaha untuk tetap menjaga stabilitas sosial ekonomi agar pesta demokrasi yang akan digelar tetap berjalan dengan baik sekaligus menjadikannya alat politik untuk menjaga pamor mereka. Namun apakah peredaman ini akan berdampak baik? Dikhawatirkan dengan peredaman ini justru menjadi bom waktu, karena perusahaan dipaksa untuk tetap memperkerjakan karyawannya walaupun sebenarnya keadaan mengharuskan untuk bertindak sebaliknya. Berbagai cara telah ditempuh oleh perusahaan untuk menghindari PHK karyawannya, antara lain pengurangan jam kerja, penghapusan lembur, hingga lay off karyawannya. Namun jika hal ini tak segera diantipasi atau perekonomian dunia tak kunjung membaik maka mungkin ini akan berdampak serius terhadap stabilitas sosial ekonomi Indonesia.

Tentang Pengangguran

Pengangguran sebenarnya bukan masalah baru di Indonesia. Pengangguran sendiri, adalah suatu kondisi dimana terjadi kelebihan jumlah pekerja yang ditawarkan dibandingkan permintaan. Jenisnya sendiri terbagi menjadi pengangguran friksional, struktural, siklis,dan musiman.Dan kondisi pengangguran yang akan kita alami adalah pengangguran siklis. Karena pengangguran ini disebabkan adanya imbas dari naik turunnya kondisi ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah dari penawaran. Memang selalu tejadi trade-off antara pengangguran dengan tingkat inflasi, seperti yang tergambarkan jelas dalam Kurva Philip. Dimana saat angka pengangguran ingin diturunkan, angka tingkat inflasi akan meninggi,dan begitupun sebaliknya, disaat kita ingin menurunkan tingkat inflasi , angka pengangguran menjadi tinggi. Diperlukan keadaan equilibrium yang sesuai antara kedua trade-off di atas, dan tentu saja krisis global ini akan mengganggu kestabilan kurva tersebut. Selain itu di Indonesia sendiri terjadi miss antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, ketidak mix and match-nya tenaga kerja dengan pendidikan. Misalnya saja, perusahaan banyak membutuhkan tenaga ahli yang bergerak dibidang mesin namun justru lebih banyak orang memilih untuk belajar ilmu kedokteran atau ekonomi yang realitanya, di kota-kota besar telah terjadi surplus tenaga kerja dalam bidang tersebut. Paradigma-paradigma seperti inilah yang harusnya diubah dan lebih diarahakan oleh pemerintah.

Sektor yang Terpukul

Menurut Apindo DKI, dalam beberapa bulan terakhir ini sektor yang paling banyak melakukan PHK adalah industri otomotif, elektronik dan perhotelan. Namun kami perkirakan bahwa industri kerajinan dan mebel yang konsumennya adalah masyarakat luar negeri khususnya Amerika Serikat-lah yang paling banyak akan melakukan PHK. Selain itu pegawai industri inilah yang paling rawan terhadap PHK karena kebanyakan adalah pegawai kontrak Padahal jenis industri ini adalah UMKM yang sangat penting dalam menunjang perekonomian masyarakat kecil sekaligus industri yang banyak menyerap tenaga kerja. Namun ternyata UMKM jugalah yang paling resist terhadap dampak dari krisis global. UMKM khususnya yang bergerak di tingkat lokal tidak akan terpengaruh oleh carut-marutnya stock-exchange di dunia, tidak akan terpengaruh oleh menurunnya impor dari negara lain, dan tentu saja tak terpengaruh oleh intervensi politik.

Solusi

Solusi untuk menanggulangi dan mengantisipasi pengangguran ini tak lain harus dengan memberikan stimulus bagi dunia usaha, sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan mencegah adanya PHK. Peningkatan investasi dan tingkat konsumsi yang produktif harus maju beriringan sehingga produksi dapat meningkat. Kebijakan-kebijakan pemerintah juga harus mendukung baik kebijakan dalam maupun luar negeri.
Beberapa kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia perlu diacungi jempol. Penurunan BI-Rate bertahap hingga mencapai angka 8.75 % adalah keputusan strategis yang tepat, karena akan menjadi stimulus bagi pasar untuk meningkatkan tingkat konsumsi dan mendorong iklim usaha yang kondusif. Moment penurunan BI-rate ini juga cukup tepat mengingat tingkat inflasi Indonesia saat ini yang relatif rendah. Terlepas dari berbagai pro-kontra, penurunan harga BBM juga membantu perusahaan mengurangi cost of production-nya sehingga keuntungan yang diperoleh dapat untuk menjaga kelangsungan kerja karyawannya. Pemerintah juga berencana menaikkan anggaran penanggulangan pengangguran dari 1.1 Triliun menjadi 1.2 Triliun(Replubika 29/01/09), namun belum terealisasi karena harus menunggu persetujuan DPR.
Solusi yang dapat ditawarkan adalah Diversivikasi negara tujuan ekspor. Selama ini kita terfokus untuk melakukan ekspor ke Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, sedangkan negara-negara lain kurang mendapat perhatian. Karena itu perlu adanya diversivikasi terhadap negara tujuan ekspor sehingga kekacauan perekonomian yang melanda suatu negara tak akan berdampak terlalu besar terhadap negara kita (ingat falsafah Manajemen Keuangan,”jangan menaruh telur dalam satu keranjang”). Beberapa negara seperti Arab Saudi merupakan salah satu pasar yang potensial bagi ekspor kita, namun tetap saja perlu penelitian serta pengkajian lebih lanjut mengenai negara tujuan ekspor yang lain.
Beberapa stimulus ekonomi seperti penurunan tingkat pajak tentu akan menjadi angin segar bagi dunia industri, namun hal ini juga perlu diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, reformasi sistem pajak tentu akan membantu . Jadi tingkat pajak turun namun secara kuantitas naik, sehingga pemerintah tidak akan mengalami penurunan penerimaan dan jika berhasil justru akan meningkatkan penerimaan. Dengan penerimaan yang tinggi dan belanja pemerintah yang diarahkan ke sektor yang produktif tentu akan mengakselerasi laju perekonomian.
Perbaikan dan reformasi sistem birokrasi tak dapat dielakkan jika ingin iklim usaha dapat kondusif. Pemerintah harus menjadi mitra usaha dan stakeholder yang baik bagi pebisnis. Perbaikan pelayanan birokrasi dan mempermudah perizinan usaha adalah salah satu langkah konkret yang dapat mulai dijalankan Pemberantasan korupsi dan stabilitas ketersediaan energi juga merupakan hal-hal yang harus segera dibenahi.
Penguatan industri kebutuhan primer terutama pertanian juga salah satu sarana untuk menjamin ketahanan perekonomian Indonesia dari gejolak ekonomi dunia. Karena industri inilah yang paling tahan terhadap naik turunnya demand , kebutuhan primer bersifat inelastis sehingga turunnya tingkat konsumsi di negara importir tak akan terlalu berpengaruh karena mereka tetap akan mengimpor kebutuhan pokok dari Indonesia. Pengembangan sektor riil dan UMKM tentu juga akan membantu mengatasi pengangguran. Namun yang terpenting adalah kerjasama dari semua pihak, tanpa kerjasama hal-hal diatas akan sulit diwujudkan dan pengangguran tak dapat dielakkan. Semoga Indonesia dapat terhindar dari krisis ini dan tingkat pengangguran dapat ditekan serendah mungkin.

Departemen Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada