Kamis, 18 September 2008

Pembatasan BBM Terkait dengan Penerimaan APBN dan Dampaknya pada Masyarakat

Tahun 2008 adalah tahun dimana kelangkaan energi mulai dipermasalahkan. Dari adanya pematokan harga minyak dunia pada kisaran US$90-US$100 hingga berkurangnya produktivitas minyak negeri sendiri yang seharusnya dapat memenuhi permintaan pasar sebagai negara anggota OPEC. Hal tersebut akhirnya menyudutkan kita pada satu permasalahan, yaitu adanya pembatasan penggunaan BBM demi memyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia yang sedang terancam defisit anggaran. Pemerintah telah merencanakan regulasi pembatasan penggunaan BBM dengan mengunakan berbagai kebijakan, diantaranya pematokan anggaran APBN untuk BBM yang dibatasi hanya 35,8 juta kiloliter serta adanya penerapan penggunaan SMART Card . Pemerintah mengharapkan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut anggaran dapat dihemat sebesar 7- 8 triliun. Namun, setiap kebijakan yang diberlakukan akan selalu menimbulkan sebab dan akibat tertentu. Masyarakat Indonesia memang masih berada di posisi ragu-ragu dalam menanggapi masalah ini, tidak bisa dibilang pro ataupun kontra. Banyak yang mengatakan bahwa dari tahun ke tahun, pemerintah masih belum bisa mendistribusikan kebijakan – kebijakannya secara tepat sasaran; yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan tersendiri terhadap kebijakan- kebijakan yang akan diberikan.
Salah satu kebijakan yang cukup kontroversial adalah diberlakukannya SMART Card. SMART Card adalah inovasi baru yang dicetuskan oleh pemerintah dalam bentuk sebuah kartu yang memiliki IC yang dapat memproses data. Penggunaan kartu ini hampir sama dengan kartu- kartu magnetic lainnya dimana, kartu ini harus dipindai dengan reader untuk membaca data. Akan tetapi, kartu ini berbeda dengan kartu ATM dan sejenisnya dalam pemrosesan data informasinya. Jika pada kartu ATM datanya tersimpan di data base pusat, maka pada SMART Card ini memiliki data sendiri didalamnya sehingga proses data hanya terjadi diantara reader dan card. Rencananya kartu ini akan ditujukan pada mobil pribadi dengan kapasitas mesin dibawah 2000cc dan jatah perharinya sebesar 5 liter bensin bersubsidi, jika jumlah tersebut dirasa masih kurang, maka konsumen harus membeli bensin non subsidi.
Namun ini semua masih dalam tahap perencanaan dan belum adanya keputusan yang jelas mengenai sasaran pastinya, sebagai contoh adalah kendaraan diatas 2000cc yang merupakan kendaraan produksi seperti truk dan bus yang merupakan alat transportasi produksi atau umum, akan tetapi kemungkinan juga dikenai kebijakan SMART Card ini. Hal ini pada akhirnya mengundang berbagai kontroversi dari berbagai pihak baik dari pemerintah sendiri maupun masyarakat yang merasakannya secara langsung. Belum lagi subsidi minyak tanah yang akan dihilangkan dan dikonversi ke dalam gas. Proses konversi itu sendiri membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih tetap ingin menggunakan minyak tanah untuk memasak ketimbang menggunakan gas. Agak terlihat aneh memang, kenapa sektor produksilah yang harus menanggung biaya non-subsidi tersebut. Seharusnya sektor konsumsilah yang harus terus ditekan pengeluarannya agar dapat menghemat BBM secara efektif dan efisien.
Jadi, kalau kita rumuskan secara analisis SWOT( Strength Weakness Opportunity Treat) berdasarkan kasus kebijakan pemerintah mengenai penghematan BBM maka :
Strength yang dimiliki yaitu :
1. Media massa dapat dengan mudah menginformasikan kebijakan –kebijakan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
Weakness yang dimiliki yaitu :
1. SMART Card membutuhkan waktu dan biaya yang banyak dalam pelaksanaannya
2. SMART Card harus didukung oleh IT dan HR yang memadai, tetapi kenyataannya di Indonesia masih belum tercukupi
3. Budaya masyarakat Indonesia yang boros
4. Kurangnya koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan tersebut
5. Supply minyak dari lokal masih belum mencukupi demand domestik, sehingga perlu impor
Opportunity yang dimiliki yaitu :
1. Adanya inovasi kendaraan berbahan bakar non-fosil
2. Eksplorasi menemukan titik- titik potensial penghasil minyak baru di Indonesia
3. Inovasi mengenai penambahan jumlah public transportation yang bebas BBM seperti trans Jakarta
Treat yang dimiliki yaitu :
1. Kondisi perekonomian Indonesia yang masih fluktuatif
2. Jumlah kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil terus meningkat
3. Kecurangan akibat ketidakjelasan tender

Pada kesimpulannya terdapat berbagai masalah yang saling tumpang tindih, sehingga ketika kita ingin menyelesaikan satu permasalahan, maka permasalahan lainnya pun harus turut diselesaikan juga karena masalah-masalah tersebut saling berkaitan satu sama lain. Solusi yang disarankan pun seharusnya bisa mmenyelesaikan permasalahan- permasalahan dengan efektif. Analisis lanjut mengenai masalah tersebut yaitu sbb. :
1. Pembatasan penggunaan BBM terkesan condong kepada sektor produksi, maka tingkat produktivitas masyarakat akan menurun secara signifikan karena BBM adalah salah satu faktor produksi utama. Sama halnya dengan yang terjadi pada kendaraan umum. Apabila BBM dibatasi, maka masyarakat dengan berbagai macam kepentingannya akan terhambat mobilitasnya dan tidak dapat menjalankan proses produksi dengan baik, akibatnya perekonomian akan macet.
2. Dalam jangka panjang pembatasan penggunaan BBM dapat memicu terjadinya kenaikan harga berbagai macam barang, karena mahalnya biaya produksi yang harus dikeluarkan dan turunnya jumlah produksi yang mengakibatkan kelangkaan yang berimbas pada naiknya harga barang.
3. Beralihnya pengguna kendaran pribadi ke kendaraan umum. Karena SMART Card hanya diberlakukan pada mobil pribadi dan jatah 5 liter tersebut dirasa sangat kurang maka akan memicu peralihan alat transportasi dari mobil pribadi ke kendaraan umum, namun ini hanya akan terjadi jika adanya peningkatan kualitas pelayanan transportasi umum. Sebab, masih banyak masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa memiliki transportasi sendiri adalah sebuah prestige. Jadi, kedua hambatan tersebut harus dihilangkan secara bersamaan dengan memberikan anjuran atau himbauan kepada masyarakat agar lebih memilih alat transportasi umum.
4. Pengadaan SMART Card hanya akan berlangsung secara efektif apabila biaya, waktu dan informasi yang jelas tercukupi. Setiap SPBU di seluruh Indonesia mau tidak mau harus melakukan renovasi dan itu akan menimbulkan cost yang besar, hal ini juga belum tentu bisa terselesaikan jika manajemen dan sumber daya manusia yang ada tidak mendukung. SMART Card juga tidak akan berfungsi secara efektif apabila target yang ditujukan tidak tepat, oleh karena itu dibutuhkan kontrol antara pihak pemerintah dengan penyedia layanan SMART Card ini. Hal lain yang perlu diperhatukan adalah apakah kendaraan yang diberi SMART Card itu digunakan untuk proses konsumsi atau produksi.
5. Kecurangan akibat adanya ketidakjelasan kesepakatan tender. Proyek pengadaan SMART Card ini yang mekanismenya hanya melalui penunjukan oleh pemerintah dengan alasan efesiensi waktu dikhawatirkan akan memicu terjadinya penyelewengan dana oleh pihak penerima tender maupun oleh pemerintah.
6. Peralihan atau konversi minyak ke gas telah mengundang berbagai kontroversi sehingga perlu kontrol lebih lanjut dari pemerintah dengan turun langsung ke masyarakat dan tetap memberikan kemudahan dalam pendistribusian produk tersebut.
7. Dengan ditemukannya titik-titik potensial penghasil minyak baru, stok minyak untuk lokal diharapkan dapat memnuhi kebutuhan dan dapat dikelola secara mandiri oleh ahli lokal tanpa melibatkan pihak luar yang kemungkinan hanya akan menambah masalah baru.
8. Impor adalah jalan terakhir dalam pemenuhan demand pasar, akan tetapi jikalau produksi lokal dapat ditingkatkan maka kita akan mampu menghemat atau mungkin menjadi swasembada, walaupun dengan pembatasan- pembatasan tertentu. Hal ini pun dapat mengurangi cost yang dikeluarkan oleh pemerintah.
9. Biaya adalah faktor utama kenapa kebijakan pembatasan penggunaan BBM ini diterapkan, maka, diharapkan pemerintah mampu mempertimbangkan kepentingan mana yang harus didahulukan, juga memutuskan apakah dengan deficit agar mampu membantu perekonomian berjalan, ataukah menghambat perekonomian dengan mengusahakan agar tidak deficit.

Pada kesimpulannya, kebijakan pembatasan penggunaan BBM ini mengundang banyak permasalahan yang perlu ditangani secara kontinu dan berkesinambungan. Pemerintah harus memberikan seluruh informasi mengenai kebijakan ini secara jelas dan terbuka kepada seluruh pihak, dan jika hal itu terpenuhi, maka pihak- pihak yang terkait diharapkan mampu memberikan feedback yang baik dan solutif dalam pelaksanaan. Penerapan SMART Card juga bukanlah sebuah hal mudah yang bisa dilakukan oleh pemerintah, karena masih banyak lag yang terjadi diantara pihak-pihak yang terkait dengan inovasi ini baik secara budaya ataupun teknologi. Oleh karena itu, penerapan SMART Card ini harus dilakukan secara bertahap agar dapat mendapatkan benefit dan tidak membuang- buang cost dengan jumlah besar. Perhatian terhadap sektor transportasi umum yang merupakan penopang kebijakan pembatasan BBM ini juga harus diperhatikan. Sementara untuk pihak yang menjadi supplier yaitu Pertamina, diharapkan cukup mampu mengontrol kondisi institusinya agar dapat mengantisipasi masalah intern yang timbul dan mampu menghilangkan masalah korupsi yang telah dialaminya selama beberapa dekade.

Tidak ada komentar: